Beberapa tahun belakangan ini pembangunan infrastruktur di
Palembang sangat berkembang pesat. Ada beberapa mega proyek yang sudah dibangun
dan sedang dalam proses pembangunan, salah satunya adalah LRT (Light Rail
Transit). LRT ini dibangun dalam rangka untuk
menyambut Asian Games 2018 dan juga untuk mengurangi kemacetan di
Palembang. Pada awalnya yang direncanakan adalah membangun Monorel dari Bandar
Udara Sultan Mahmud Badaruddin ke Kompleks Jakabaring Sport City, namun rencana
pembangunan Monorel dibatalkan disebabkan tidak ada investor yang dapat
menyelesaikan pekerjaan tepat waktu dan proyek tersebut dianggap tidak
menguntungkan. Monorel batal dan diganti dengan LRT. Presiden Joko Widodo
kemudian menandatangani Perpres Nomor 116 Tahun 2015 tentang percepatan
penyelenggaraan kereta api ringan di Sumatera Selatan tanggal 20 0tober 2015.
PT Waskita Karya ditunjuk untuk mengerjakan proyek LRT. Pendanaan proyek di
2016 akan dibiayai PT Waskita Karya, Selanjutnya pemerintah melalui Kementerian
Perhubungan akan mengalokasikan anggaran Pembiayaan proyek tersebut pada APBN
2017 dan 2018.
Pembangunan jalur LRT sepanjang 24,5 km ini terdiri dari dua
koridor yang terdiri dari koridor pertama
sepanjang 14,5 km dengan rute bandara Sultan Mahmud Badaruddin II menuju
Masjid Agung, dan koridor kedua sepanjang 10 km dari Masjid Agung menuju
Jakabaring Sport City. Pembangunannya berupa jalur layang (elevated track) yang juga dilengkapi prasarana lainnya yaitu 13
stasiun LRT, 1 jembatan (yang sejajar dengan jembatan yang melintasi sungai
musi), dan 1 depo. Pembangunan jalan layang kereta LRT Palembang tidak
menggunakan balast tetapi dengan
menggunakan teknologi slabtrack dengan
lebar jalan rel adalah 1.067 mm dengan tipe rel R.54 dan beban gandar 12 ton.
Persinyalan yang digunakan adalah teknologi fixed block ETCS level 1 serta
menggunakan digital trunking dan backbone fiber pada telekomunikasi.
Stasiun LRT memiliki ketinggian minimum ruangan sebesar 2,7 meter dengan jarak
minimal clearance dengan jalan raya
5,2 meter.
Terdapat 5 zona rute LRT Palembang yang dibagi:
Zona I :
Bandara Internasional Sultan Mahmud Badaruddin II - Simpang Bandara - Simpang
Tanjung Api-Api
Zona II : Jalan
Tanjung Api-Api - Jalan Kol. H. Burlian - Jalan Demang Lebar Daun - Simpang
Polda
Zona III :
Simpang Angkatan 45 - Jalan Angkatan 45 - Simpang Palembang Icon Mall - Jalan
Kapten A. Rivai - Simpang Charitas - Jalan Jenderal Sudirman
Zona IV :
Jembatan Ampera - Jalan Gubernur H. A. Bastari dan zona D
Zona V :
Jakabaring Sport City
![]() |
Sumber : Detik Finance |
Namun saya melihat ada keanehan dalam anggaran pembangunan
LRT. Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan menyatakan butuh dana Rp. 7,2 triliun
rupiah untuk membangun LRT sedangkan Choliq sebagai direktur PT Waskita Karya menyatakan
bahwa dana yang dibutuhkan membangun LRT mencapai Rp. 11,4 triliun rupiah. Saya
jadi bingung yang benar yang mana Rp 7,2 triliun apa Rp. 11,4 triliun.
Ada Perbedaan antara LRT Palembang dan LRT Jakarta. Payung
hukum LRT Jakarta adalah Perpres No. 98 tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaran Kereta
Ringan/Light Rail Transit (LRT) terintegrasi di Jakarta, Bogor, Depok, dan
Perpres No. 99 tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Perkeratapian Umum
di DKI Jakarta.
PT Adhi Karya yang di tunjuk untuk membangun LRT Jakarta
akan membangun 2 rute LRT dengan total panjang 83,6 km. Untuk tahap pertama,
nilai investasinya Rp. 11,9 triliun yang akan meliputi lintas layanan
Cibubur-Cawang, Bekasi Timur-Cawang. dan Cawang-Dukuh Atas. Lintas layanan ini
akan disambungkan melalui 18 stasiun yang meliputi panjang 42,1 km.
Sungguh aneh LRT Palembang sepanjang 24,5 km dengan 13
stasiun menghabiskan anggaran sebesar Rp. 11,4 triliun. Dengan panjang rute
hampir dua kali dari LRT Palembang, LRT Jakarta hanya menghabiskan dana
setengah biaya LRT Palembang. Jika dilihat secara teliti sebenarnya biaya LRT
Palembang dibawah Rp. 7,2 triliun dengan asumsi harga material pendukung
konstruksi dan biaya mobilisasi yang jauh lebih murah. Agregat untuk pembuatan
beton konstruksi sepertinya kurang separuh harga dan biaya angkutan hanya
seperempat dibanding Jakarta. Demikian juga dengan tenaga kerja, dukungan bahan
bakar, sumber daya listrik serta dampak konstruksi terhadap bangunan dijalur
lintasan konstruksi LRT Palembang kesemuanya dapat di katakan tidak serumit
Jakarta.
Hal yang membuat biaya konstruksi LRT Palembang jauh lebih
mahal dari LRT Jakarta karena Badan Usaha Milik Daerah PT Jakarta Propertindo
(Jakpro) menggandeng PT Adhi Karya dan telah memperoleh persetujuan Penyertaan
Modal Negara (PMN) berdasarkan undang-undang No. 3 tahun 2015 tentang Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015, senilai 1,4 triliun.
Sementara PT Waskita Karya membangun LRT Palembang mengandalkan sumber dana
dari pinjaman konsorsium perbankan sehingga beban biaya bunga menjadi beban
biaya produksi. Pinjaman perbankan komersial di perkirakan mencapai 16% belum
lagi bila dianggarkan melalui APBN Kementerian Perhubungan. Diduga kuat telah
terjadi mark up anggaran lebih dari Rp. 3 trilun. Semoga permasalahan anggaran
ini dapat diselesaikan oleh pihak-pihak terkait.
![]() |
Sumber : Dokumen Pribadi |
Sebelum adanya pembangunan LRT,
harus saya akui kemacetan Palembang di jam-jam tertentu sudah mampu bersaing
dengan kemacetan Jakarta. Dengan adanya pembangunan LRT ini hampir seluruh ruas
jalan yang dilalui jalur LRT mengalami kemacetan parah. Apalagi di jalan yang
memiliki ruas dua jalur yang dipersempit menjadi satu jalur. Jika ingin
bekerjasama dalam mensukseskan pembangunan LRT dan tidak terjebak macet parah
alangkah baiknya agar masyarakat Palembang untuk berpindah ke angkutan umum.
Menurut saya harus ada kerjasama antara pemerintah dan masyarakat.
Daya tampung LRT yang bisa 500
lebih penumpang, ini menandakan bahwa LRT sangat diharapkan untuk mengurangi
kemacetan. Tugas berat memang memindahkan masyarakat yang sudah terbiasa dengan
kendaraan pribadi untuk beralih ke LRT ataupun angkutan umum yang lain. Apalagi
pada tahun 2019 Palembang diprediksi akan mengalami macet total. Solusi yang bisa
saya berikan adalah perlu melakukan langkah tegas untuk mengurangi kemacetan
Palembang seperti meningkatkan transportasi umum baik kenyamanan maupun
keamanan dan bagi pengendara mobil pribadi agar menggunakan mobil pribadi
dengan jumlah orang minimal 3 orang. Apabila melanggar maka akan mendapat
sangsi yang tegas. Pemerintah juga harus berani mengurangi jumlah pengendara
sepeda motot dengan cara membatasi sepeda motor.
Pada dasarnya pembangunan LRT ini
sangat bagus buat kedepannya. Tapi saya berharap untuk semua masyarakat
Palembang untuk mengawasi pembangunan LRT karena ini merupakan santapan lezat
para penguasa yang selalu lapar.
Sumber informasi:
[1] https://id.wikipedia.org.wiki/Palembang_LRT
[2] http://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-3156450/ini-penampakan-proyek-lrt-palembang-yang-akan-dicek-jokowi
[3] https://m.tempo.co/read/news/2016/05/20/092772805/pembangunan-dipercepat-ini-5-zona-rute-lrt-palembang
[4] http://www.rappler.com/indonesia/105257-jokowi-groundbreaking-lrt-jakarta
[1] https://id.wikipedia.org.wiki/Palembang_LRT
[2] http://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-3156450/ini-penampakan-proyek-lrt-palembang-yang-akan-dicek-jokowi
[3] https://m.tempo.co/read/news/2016/05/20/092772805/pembangunan-dipercepat-ini-5-zona-rute-lrt-palembang
[4] http://www.rappler.com/indonesia/105257-jokowi-groundbreaking-lrt-jakarta
This comment has been removed by the author.
ReplyDeletecoba perhatikan jalur utk tempat kereta LRT melaju, antara yg di Jakarta dengan yg di Palembang terdapat perbedaan. LRT Jakarta terlihat seperti mangkuk panjang, bagian bawah utk rel dengan bagian sisi kiri kanan utk pelindung kereta itu ketebalannya sama, sedangkan LRT Palembang bagian bawah utk rel dibuat lebih tebal dr sisi kiri kanannya, seperti beton panjang yg menghubungkan dari tiang satu ke tiang lainnya persis seperti konstruksi pembagunan jalan layang. jadi jelas bahwa LRT Palembang jauh lebih kokoh jangka panjang dan tentunya anggaran juga lebih tinggi dari LRT Jakarta.
ReplyDelete