Thursday, November 10, 2016

Ada Apa di LRT Palembang?

Beberapa tahun belakangan ini pembangunan infrastruktur di Palembang sangat berkembang pesat. Ada beberapa mega proyek yang sudah dibangun dan sedang dalam proses pembangunan, salah satunya adalah LRT (Light Rail Transit). LRT ini dibangun dalam rangka untuk  menyambut Asian Games 2018 dan juga untuk mengurangi kemacetan di Palembang. Pada awalnya yang direncanakan adalah membangun Monorel dari Bandar Udara Sultan Mahmud Badaruddin ke Kompleks Jakabaring Sport City, namun rencana pembangunan Monorel dibatalkan disebabkan tidak ada investor yang dapat menyelesaikan pekerjaan tepat waktu dan proyek tersebut dianggap tidak menguntungkan. Monorel batal dan diganti dengan LRT. Presiden Joko Widodo kemudian menandatangani Perpres Nomor 116 Tahun 2015 tentang percepatan penyelenggaraan kereta api ringan di Sumatera Selatan tanggal 20 0tober 2015. PT Waskita Karya ditunjuk untuk mengerjakan proyek LRT. Pendanaan proyek di 2016 akan dibiayai PT Waskita Karya, Selanjutnya pemerintah melalui Kementerian Perhubungan akan mengalokasikan anggaran Pembiayaan proyek tersebut pada APBN 2017 dan 2018.

Pembangunan jalur LRT sepanjang 24,5 km ini terdiri dari dua koridor yang terdiri dari koridor pertama  sepanjang 14,5 km dengan rute bandara Sultan Mahmud Badaruddin II menuju Masjid Agung, dan koridor kedua sepanjang 10 km dari Masjid Agung menuju Jakabaring Sport City. Pembangunannya berupa jalur layang (elevated track) yang juga dilengkapi prasarana lainnya yaitu 13 stasiun LRT, 1 jembatan (yang sejajar dengan jembatan yang melintasi sungai musi), dan 1 depo. Pembangunan jalan layang kereta LRT Palembang tidak menggunakan balast tetapi dengan menggunakan teknologi slabtrack dengan lebar jalan rel adalah 1.067 mm dengan tipe rel R.54 dan beban gandar 12 ton. Persinyalan yang digunakan adalah teknologi fixed block ETCS level 1 serta menggunakan digital trunking dan backbone fiber pada telekomunikasi. Stasiun LRT memiliki ketinggian minimum ruangan sebesar 2,7 meter dengan jarak minimal clearance dengan jalan raya 5,2 meter.

Terdapat 5 zona rute LRT Palembang yang dibagi:

Zona I   : Bandara Internasional Sultan Mahmud Badaruddin II - Simpang Bandara - Simpang Tanjung Api-Api

Zona II  : Jalan Tanjung Api-Api - Jalan Kol. H. Burlian - Jalan Demang Lebar Daun - Simpang Polda

Zona III : Simpang Angkatan 45 - Jalan Angkatan 45 - Simpang Palembang Icon Mall - Jalan Kapten A. Rivai - Simpang Charitas - Jalan Jenderal Sudirman

Zona IV : Jembatan Ampera - Jalan Gubernur H. A. Bastari dan zona D

Zona V  : Jakabaring Sport City

Sumber : Detik Finance

Namun saya melihat ada keanehan dalam anggaran pembangunan LRT. Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan menyatakan butuh dana Rp. 7,2 triliun rupiah untuk membangun LRT sedangkan Choliq sebagai direktur PT Waskita Karya menyatakan bahwa dana yang dibutuhkan membangun LRT mencapai Rp. 11,4 triliun rupiah. Saya jadi bingung yang benar yang mana Rp 7,2 triliun apa Rp. 11,4 triliun.

Ada Perbedaan antara LRT Palembang dan LRT Jakarta. Payung hukum LRT Jakarta adalah Perpres No. 98 tahun 2015  tentang Percepatan Penyelenggaran Kereta Ringan/Light Rail Transit (LRT) terintegrasi di Jakarta, Bogor, Depok, dan Perpres No. 99 tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Perkeratapian Umum di DKI Jakarta.

PT Adhi Karya yang di tunjuk untuk membangun LRT Jakarta akan membangun 2 rute LRT dengan total panjang 83,6 km. Untuk tahap pertama, nilai investasinya Rp. 11,9 triliun yang akan meliputi lintas layanan Cibubur-Cawang, Bekasi Timur-Cawang. dan Cawang-Dukuh Atas. Lintas layanan ini akan disambungkan melalui 18 stasiun yang meliputi panjang 42,1 km.

Sungguh aneh LRT Palembang sepanjang 24,5 km dengan 13 stasiun menghabiskan anggaran sebesar Rp. 11,4 triliun. Dengan panjang rute hampir dua kali dari LRT Palembang, LRT Jakarta hanya menghabiskan dana setengah biaya LRT Palembang. Jika dilihat secara teliti sebenarnya biaya LRT Palembang dibawah Rp. 7,2 triliun dengan asumsi harga material pendukung konstruksi dan biaya mobilisasi yang jauh lebih murah. Agregat untuk pembuatan beton konstruksi sepertinya kurang separuh harga dan biaya angkutan hanya seperempat dibanding Jakarta. Demikian juga dengan tenaga kerja, dukungan bahan bakar, sumber daya listrik serta dampak konstruksi terhadap bangunan dijalur lintasan konstruksi LRT Palembang kesemuanya dapat di katakan tidak serumit Jakarta.

Hal yang membuat biaya konstruksi LRT Palembang jauh lebih mahal dari LRT Jakarta karena Badan Usaha Milik Daerah PT Jakarta Propertindo (Jakpro) menggandeng PT Adhi Karya dan telah memperoleh persetujuan Penyertaan Modal Negara (PMN) berdasarkan undang-undang No. 3 tahun 2015 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015, senilai 1,4 triliun. Sementara PT Waskita Karya membangun LRT Palembang mengandalkan sumber dana dari pinjaman konsorsium perbankan sehingga beban biaya bunga menjadi beban biaya produksi. Pinjaman perbankan komersial di perkirakan mencapai 16% belum lagi bila dianggarkan melalui APBN Kementerian Perhubungan. Diduga kuat telah terjadi mark up anggaran lebih dari Rp. 3 trilun. Semoga permasalahan anggaran ini dapat diselesaikan oleh pihak-pihak terkait.

Sumber : Dokumen Pribadi

Sebelum adanya pembangunan LRT, harus saya akui kemacetan Palembang di jam-jam tertentu sudah mampu bersaing dengan kemacetan Jakarta. Dengan adanya pembangunan LRT ini hampir seluruh ruas jalan yang dilalui jalur LRT mengalami kemacetan parah. Apalagi di jalan yang memiliki ruas dua jalur yang dipersempit menjadi satu jalur. Jika ingin bekerjasama dalam mensukseskan pembangunan LRT dan tidak terjebak macet parah alangkah baiknya agar masyarakat Palembang untuk berpindah ke angkutan umum. Menurut saya harus ada kerjasama antara pemerintah dan masyarakat.

Daya tampung LRT yang bisa 500 lebih penumpang, ini menandakan bahwa LRT sangat diharapkan untuk mengurangi kemacetan. Tugas berat memang memindahkan masyarakat yang sudah terbiasa dengan kendaraan pribadi untuk beralih ke LRT ataupun angkutan umum yang lain. Apalagi pada tahun 2019 Palembang diprediksi akan mengalami macet total. Solusi yang bisa saya berikan adalah perlu melakukan langkah tegas untuk mengurangi kemacetan Palembang seperti meningkatkan transportasi umum baik kenyamanan maupun keamanan dan bagi pengendara mobil pribadi agar menggunakan mobil pribadi dengan jumlah orang minimal 3 orang. Apabila melanggar maka akan mendapat sangsi yang tegas. Pemerintah juga harus berani mengurangi jumlah pengendara sepeda motot dengan cara membatasi sepeda motor.

Pada dasarnya pembangunan LRT ini sangat bagus buat kedepannya. Tapi saya berharap untuk semua masyarakat Palembang untuk mengawasi pembangunan LRT karena ini merupakan santapan lezat para penguasa yang selalu lapar.

2 comments:

  1. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  2. coba perhatikan jalur utk tempat kereta LRT melaju, antara yg di Jakarta dengan yg di Palembang terdapat perbedaan. LRT Jakarta terlihat seperti mangkuk panjang, bagian bawah utk rel dengan bagian sisi kiri kanan utk pelindung kereta itu ketebalannya sama, sedangkan LRT Palembang bagian bawah utk rel dibuat lebih tebal dr sisi kiri kanannya, seperti beton panjang yg menghubungkan dari tiang satu ke tiang lainnya persis seperti konstruksi pembagunan jalan layang. jadi jelas bahwa LRT Palembang jauh lebih kokoh jangka panjang dan tentunya anggaran juga lebih tinggi dari LRT Jakarta.

    ReplyDelete